Wazin
wazinbaihaqi@iainbanten.ac.id
wazin-baihaqi.blogspot.com
Abstrak
Setiap perilaku individu yang nampak
ketika ia berinteraksi dengan orang lain, selalu dipengaruhi oleh sikapnya. Sikap
merupakan kumpulan dari berfikir, keyakinan dan pengetahuan yang dihayati
oleh seseorang sehingga membentuk kecenderungan beperilaku.
Istilah akhlak hanya dikenal dalam khasanah
keilmuan agama Islam. Akhlak adalah tabiat
yang dimiliki individu, yang tanpa mempertimbangkan lebih dahulu dalam
melakukan perbuatan baik dan menjadi kebiasaan yang berulang-ulang. Pengertian
akhlak ini menunjukkan bahwa akhlak
merupakan sikap yang bersifat menetap dan tidak hanya sekedar kumpulan
aktivitas atau tingkah laku manusia. Akhlak adalah sikap hidup muslim
yang berisi seperangkat nilai dan pemahaman tentang hal-hal yang baik dan buruk
yang berfungsi mengatur hubungan antar manusia, manusia dengan Tuhan, dan
manusia dengan lingkungannya.
Tulisan ini membahas tentang kaitan
antara sikap wirausaha muslim dengan akhlak Islam.Wirausaha diartikan sebagai orang
yang mempunyai semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.Sedangkan
kewirausahaan adalah semangat, sikap, perilaku dan kemampuan seseorang dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan
serta menerapkan cara kerja, teknologi dan produk baru dengan meningkatkan
efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan atau memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Dari pengertian wirausaha dan kewirausahaan ini
dapat dinyatakan bahwa wirausaha menunjuk pada penggambaran sebuah karakter
yang harus dimiliki oleh seseorang yang sedang menjalankan usahanya demi
memperoleh keuntungan. Istilah karakter dalam psikologi digunakan kepada
integrasi kebiasaan, sentimen dan ideal yang membuat tindakan seseorang relatif
stabil dan dapat diramalkan Meurut
antropologi dan sosiologi, karakter biasanya dikaitkan dengan sifat suatu
kelompok masyarakat.
Akhlak Islam merupakan konsep ideal
penggambaran karakter muslim sebagai individu maupun kelompok. Terdapat
pembahasan khusus tentang akhlak Islam yang mendasari karakter wirausaha muslim
yang disebut dengan etika bisnis Islam. Akhlak yang mendasari bisnis Islam
dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman yang bersumber dari Al Qur’an dan Sunnah (hadist) yang mencakup
beberapa point, diantaranya adalah: bahwa harta adalah milik Allah dan manusia
hanya diberi kewenangan untuk mengelolalanya, perintah untuk berlaku jujur dan
berperilaku baik serta ramah dalam melakukan transaksi bisnis.
Pada akhir tulisan ini dikutip beberapa penelitian yang membuktikan
bahwa akhlak Islam berpengaruh signifikan
terhadap perkembangan bisnis yang dilakukan oleh pedagang muslim.
Kata
Kunci:
Pengkarakteran, Wirausaha, Muslim
A.
Pendahuluan
Tingkah laku adalah segala perbuatan
manusia yang dapat diamati oleh panca indera. Tingkah laku manusia
dilatarbelakangi oleh sikap yang dimiliki. Jika tingkah laku dapat diamati oleh
panca indera, sikap belum merupakan suatu tindakan tetapi merupakan
kecenderungan tingkah laku. Dapat dikatakan, bahwa tingkah laku dipengaruhi
oleh sikap. Sikap sifatnya lebih menetap, dan bukan bersifat reaksional, tetapi
didasarkan oleh seperangkat pengetahuan dan pemaham yang diyakini oleh
individu.
Sikap memiliki 3 komponen yaitu:
1. Komponen
kognisi yang berhubungan dengan keyakinan, ide, dan konsep.
2. Komponen
afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang.
Dari
komponen kognisi dapat dikatakan bahwa sikap merupakan kumpulan dari berfikir,
keyakinan dan pengetahuan. Sedangkan komponen afeksi mencakup penghayatan
seseorang terhadap pengetahuan dan keyakinannya tersebut, sehingga memiliki
evaluasi negatif dan positif terhadap obyek. Sedangkan konasi adalah
kecenderungan bertingkah laku, atau tahap kesiapan untuk bertingkah laku.
Menurut
para ahli, akhlak adalah tabiat yang
dimiliki individu, yang tanpa mempertimbangkan lebih dahulu dalam melakukan
perbuatan baik dan menjadi kebiasaan yang berulang-ulang. Pengertian akhlak ini
menunjukkan bahwa akhlak merupakan sikap
yang bersifat menetap dan tidak hanya sekedar kumpulan aktivitas atau tingkah
laku manusia. Akhlak adalah sikap hidup muslim yang berisi seperangkat nilai
dan pemahaman tentan hal-hal yang baik dan buruk yang berfungsi mengatur
hubungan antar manusia, manusia dengan Tuhan, dan manusia dengan lingkungannya.
Wirausaha
merupakan profesi yang biasanya ditujukan kepada orang yang melakukan
usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya. Kewirausahaan
mencakup kegiatan memutar modal dengan cara mengolah sumber daya yang ada,
sehingga mendapat keuntungan.
Sebagai
pandangan hidup yang menyeluruh, Islam telah memberi petunjuk tentang bagaimana
seharusnya setiap muslim dalam mencari penghidupan. Beberapa perintah Al Qur’an
menunjuk pada pembentukan karakter wirausaha muslim seperti perintah agar
manusia mencari nafkah dengan cara halal, juga agar manusia mengutamakan
kepentingan akhirat dengan tidak meninggalkan kenikmatan dunia, perintah agar
tidak membuat kerusakan di muka bumi serta senantiasa berbuat jujur.
Secara
lebih khusus, pengkarakteran wirausaha muslim tumbuh dalam wacana yang disebut
dengan etika bisnis Islam. Dalam pandangan penulis, etika bisnis Islam adalah
akhlak Islam dalam berbisnis. Karena itu etika bisnis merupakan bagian khusus
dari akhlak Islam itu sendiri.
Dalam
tataran praksis, etika bisnis Islam tampak dalam bentuk perilaku wirausaha
muslim. Hal ini dibuktikan dengan beberapa penelitian tentang perilaku pedagang
muslim yang pernah dilakukan di Indonesia seperti penelitian yang dilakukan
oleh Geertz tentang pedagang muslim di Mojokuto pada tahun 1950, penelitian yang
dilakukan oleh Castles tentang pengusaha muslim di Kudus pada tahun 1967 dan
penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Sobary tentang pedagang sektor informal
di Betawi pada tahun 1991. Semua hasil penelitian ini menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan agama Islam terhadap pengkarakteran wirausaha muslim.
B.
Akhlak Islam Sebagai
Sikap Hidup Muslim
Akhlak
merupakan bentuk jamak dari kata khuluk (bahasa Arab) yang berarti perangai, tingkah laku, atau
tabiat. Secara terminologi, akhlak
berarti tingkah laku seseorang yang didorong oleh suatu keinginan secara
sadar untuk melakukan suatu perbuatan yang
baik[ii].
Tiga pakar di bidang akhlak yaitu Ibnu
Miskawaih, Al Gazali, dan Ahmad Amin menyatakan
bahwa akhlak adalah perangai yang melekat pada diri seseorang yang dapat
memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu[iii].
Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak[iv].
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti,
tabiat, kelakuan, watak[v].
Lebih lanjut dijelaskan bahwa “Budi” berarti sadar atau yang menyadarkan atau
alat kesadaran.” Pekerti” berarti kelakuan. Secara
terminologi, kata budi ialah apa yang ada pada manusia yang berhubungan dengan
kesadaran, yang didorong oleh pemikiran dan rasio. Sedangkan
pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, yang disebut behavior
(tingkah laku).
Dari
beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa akhlak itu mencakup 5
istilah yang saling terkait yaitu pemikiran, kehendak sadar, penilaian
baik-buruk dan benar-salah serta tingkah laku. Istilah pemikiran yang
terdapat dalam definisi akhlak menunjuk pada aspek pemahaman terhadap
seperangkat pengetahuan tertentu. Kehendak sadar adalah pilihan yang
diputuskan oleh individu berdasarkan alasan-alasan tertentu. Kehendak sadar
dalam akhlak merupakan bentuk keyakinan akan seperangkat pengetahuan tersebut.
Penilaian baik dan buruk oleh individu dilakukan berdasarkan pengetahuan dan
keyakinannya tersebut. Berdasarkan pemahaman dan penilaian inilah maka terdapat
kesiapan untuk bertingkah laku (konasi). Tingkah laku bersifat reaktif, tetapi
reaksi dari tingkah laku ini didasarkan pada sikap yang dimiliki oleh individu.
Jadi jelaslah bahwa akhlak merupakan satu bentuk sikap, sekaligus perilaku yang
dilatarbelakangi oleh seperangkat pengetahuan, keyakinan, nilai, norma dan tata
aturan.
Akhlak
adalah kosa kata yang berasal dari bahasa Arab dan merupakan istilah dan
pemahaman yang terdapat dalam agama Islam. Bahkan akhlak dalam Islam merupakan missi
utama ajaran Islam, seperti dinyatakan dalam hadist: “innamaa buistu li utammima makarimal akhlak” (HR Baihaki dari Abu Hurairoh),
yang artinya: Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak
Dikaitkan
dengan makna dari istilah akhlak di atas, maka dapat disimpulkan bahwa akhlak
merupakan sikap yang mencakup seperangkat pengetahuan dan pemikiran yang
termanfestasi dalam perilaku. Akhlak Islam mengatur hubungan manusia dengan
manusia(habluminannas) dan hablumminallah (hubungan manusia
dengan Allah). Bentuk hubungan antar manusia yang ditetapkan dalam Islam
mencakup semua bentuk hubungan antar individu, kelompok dan masyarakat.
Sedangkan bentuk hubungan individu dengan Allah mencakup semua bentuk hubungan
yang mengisyaratkan kesetiaan kepada Allah (loyalitas) yang disebut dengan
akidah. Habluminallah dan habluminannas pada hakekatnya merupakan bentuk
peribadatan (penyembahan ) kepada Allah. Dengan demikian akhlak Islam adalah
sebentuk cara pandang yang menyeluruh tentang kehidupan, baik kehidupan antar
manusia dan lingkungannya maupun antara manusia dengan Tuhannya.
Dari segi
sifatnya akhlak dibagi menjadi 2 bagian yaitu akhlak tercela (al-Akhlak
al-Madzmumah) yaitu kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akhlak
terpuji (al-Akhlak al-Mahmudah), yaitu merupakan perbuatan yang telah menjadi
kebiasaan yang bersumber pada Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Akhlak yang
tercela dikenal dengan sifat-sifat mukhlikat, yaitu segala tingkah laku
manusia yang dapat membawanya kepada kebinasaan dan kehancuran diri yang tentu
saja bertentangan dengan fitrahnya untuk selalu mengarah kepada kebaikan[vi]. Pada
dasarnya akhlak tercela terbagi menjadi 2 bagian. Pertama, maksiat
lahir, misalnya maksiat mata, maksiat tangan dan sebagainya. Kedua
maksiat batin yaitu penyakit-penyakit batin seperti dengki, hasud dan
sebagainya.
Menurut Al
Ghazali, berakhlak mulia atau terpuji artinya menghilangkan semua adat
kebiasaan yang tercela yang sudah digariskan oleh agama Islam serta menjauhkan
diri dari perbuatan tercela tersebut, kemudian membiasakan adat kebiasaan yang
baik, melakukannya dan mencintainya[vii]. Akhlak
terpuji meliputi 2 aspek yaitu tata lahir dan tata batin. Tata lahir berarti
melakukan seluruh amalan ibadah yang diwajibkan oleh Tuhan termasuk berbuat
baik pada sesama manusia dan lingkungan. Tata batin adalah sifat baik, yang
terpuji yang dilakukan oleh batin seperti tawakkal, sabar dan sebagainya.
Jika dilihat
dari obyeknya, akhlak dibagi menjadi 3 bagian yaitu akhlak kepada Allah, akhlak
kepada sesama manusia, akhlak kepada alam selain manusia[viii]. Akhlak
kepada Allah meliputi membenarkan segala sesuatu yang diberitakan oleh Allah
dan mentaati hukum-hukum Allah. Akhlak kepada sesama manusia mencakup hubungan
yang baik dengan orang tua, guru, anak dan sebagainya. Sedangkan akhlak kepada
alam selain manusia misalnya dengan menjaga keseimbangan dan kelestarian alam
dan sebagainya.
Akhlak sumber dari wahyu
(Al Qur’an), maka wacana yag berkembang dalam ilmu akhlak adalah usaha
menafsirkan Al Qur’an dan Sunnah Sedangkan akhlak diorientasikan kepada
keselamatan dunia dan akhirat. Keselamatan dunia akhirat merupakan alasan untuk
berakhlakul karimah. Keselamatan di dunia memiliki makna bahwa tata batin dan
tata laku yang berakhlakul karimah adalah sesuai fitrah (sifat kebaikan)
manusia sehingga menghasilkan kehidupan yang tenang, hamonis dan berbahagia.
Penjelasan lebih ringkas
tentang akhlak dapat dijelaskan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Definisi
Akhlak
|
Ruang
Lingkup Akhlak
|
Obyek
Akhlak
|
Perangai yang melekat pada diri
seseorang yang dapat memunculkan perbuatan baik tanpa mempertimbangkan
pikiran terlebih dahulu
|
- Penilaian baik dan buruk bersumber
pada wahyu
- tata aturan tata lahir dan tata batin
-bersifat mutlak
-bersifat ketuhanan dan ditujukan pada
manusia
- berorientasi kepada keduniaan dan
keakhiratan
|
-
Akhlak kepada Allah
-
Akhlak kepada sesama Manusia
-
Akhlak kepada alam (lingkungan)
|
Dari penjelasan ringkas
ini dapat dilihat bahwa penekanan akhlak adalah pada perbuatan baik (akhlakul
karimah) yang dilakukan tanpa mempertimbangkan pikiran terlebih dahulu, artinya
bahwa akhlak lebih menitikberatkan pada pembentukan sikap yang bersifat menetap, yang berada di atas pertimbangan
rasional. Karena akhlak bersifat menetap maka perbuatan/ tingkah laku tersebut
dilakukan terus menerus (konsisten).
C.
Pengkarakteran
Wirausaha
Wirausaha
berasal dari kata “wira” yang berarti pahlawan, berani[ix].
Sedangkan “usaha” diartikan sebagai ikhtiar, upaya, daya upaya[x]. Apabila istilah “wira” dan “usaha” ini
digabungkan maka memiliki pengertian
bahwa wirausaha adalah seseorang yang memiliki karakter berani dalam berusaha.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
wirausaha didefinisikan sebagai orang yang memiliki kepandaian atau
bakat untuk mengenali produk baru, menentukan cara produksi baru, menyusun operasi
untuk pengadaan produk baru, memasarkannya serta mengatur permodalan operasinya[xi].
Definisi wirausaha dalam kamus besar bahasa Indonesia ini lebih menekankan
kepada kemampuan manajemen seseorang dalam mengelola usahanya.
Dalam
lampiran Keputusan Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusahan Kecil Nomor
961/KEP/M/XI/1995, dicantumkan:
1.
Wirausaha adalah orang yang mempunyai
semangat, sikap, perilaku dan kemampuan kewirausahaan.
2.
Kewirausahaan adalah semangat, sikap,
perilaku dan kemampuan seseorang dalam menangani usaha atau kegiatan yang
mengarah pada upaya mencari, menciptakan serta menerapkan cara kerja, teknologi
dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan pelayanan
yang lebih baik dan atau memperoleh keuntungan
yang lebih besar.
Jadi
istilah wirausaha, mengarah kepada orang
yang melakukan usaha/kegiatan sendiri dengan segala kemampuan yang dimilikinya.
Sedangkan kewirausahaan menunjuk kepada sikap mental yang dimiliki seorang
wirausaha dalam melaksanakan usaha/kegiatan.
Kewirausahaan
dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu kewirausahaan sebagai suatu sumber daya dan
kewirausahaan sebagai suatu proses. Kewirausahaan dilihat sebagai sumber daya
adalah seseorang yang membawa sumber daya berupa tenaga kerja, material, dan
asset lainnya pada suatu kombinasi yang menambahkan nilai yang lebih besar
daripada sebelumnya dan juga dilekatkan pada orang yang membawa perubahan,
inovasi, dan aturan baru. Kewirausahaan dalam arti proses yang dinamis adalah
kewirausahaan merupakan sebuah proses mengkreasikan dengan menambahkan nilai,
sesuatu yang dicapai melalui usaha keras dan waktu yang tepat dengan
memperkirakan dana pendukung, fisik, dan resiko serta akan menerima reward yang
berupa keuangan dan kepuasan serta kemandirian personal.
Beberapa
buku yang membahas tentang kewirausahaan pada umumnya mengawali pembahasannya
dengan pembentukan karakter wirausaha, seperti komitmen, sifat optimis,
tangguh, tekun, penuh perhitungan dan lain sebagainya. Bahkan pembahasan
tentang wirausaha hampir selalu menggunakan bahasa yang persuasif dan
memotivasi. Dengan demikian masalah kewirausahaan diawali dengan nilai-nilai
positif yang menggerakan dan mengarahkan.
Karakter
adalah watak, sifat atau tabiat[xii].
Karakter pada umumnya ditujukan pada sifat suatu obyek mahluk hidup, terutama
manusia. Karakter merupakan bagian dari pembahasan ilmu-ilmu sosial seperti
psikologi, antropologi atu sosiologi. Pembahasan tentang karakter pada ilmu
psikologi pada umumnya terbatas pada manusia sebagai individu (perseorangan).
Istilah karakter dalam psikologi digunakan kepada integrasi kebiasaan, sentimen
dan ideal yang membuat tindakan seseorang relatif stabil dan dapat diramalkan[xiii]. Meurut antropologi dan sosiologi, karakter
biasanya dikaitkan dengan sifat suatu kelompok yang dipengaruhi oleh
nilai-nilai budaya atau posisi-posisi sosialnya dalam sebuah struktur
masyarakat.
Jika
karakter menunjuk pada integrasi kebiasaan, sentimen dan ideal yang berpengaruh
terhadap tindakan seseorang yang relatif stabil, tentunya karakter tersebut
bersumber dari sebuah konsep ideal tentang
kepribadian yang integratif, menunjuk pada satu sikap dan reaksi positif
tertentu dalam menghadapi permasalahan kehidupan. Beberapa definisi yang
menggambarkan siapa itu wirausaha, memakai beberapa istilah yang menunjukkan
sebuah pengkarakteran seperti sifat semangat, inovatif dan kreatif.
Menurut
Peggy A. Lambing dan Charles R. Kuehl dalam bukunya yang berjudul
Entrepreneurship (1999), kewirausahaan adalah suatu usaha yang ”kreatif” yang
membangun satu value dari yang belum ada menjadi ada dan bisa dinikmati oleh
orang banyak[xiv].
Yang perlu digarisbawahi dari definisi di atas adalah usaha “kreatif”. Kreatif
lebih menunjuk pada karakter dan kemampuan individu atau perpaduan antara sikap
mental dan keahlian dalam mencipta dan mengelola. Perpaduan antara karakter dan
kemampuan ini tampak pada empat unsur pokok yang harus dimiliki untuk menjadi
entrepreneur sukses, yaitu:
1.
Kemampuan
(hubungannya dengan skill)
a.
Dalam
membaca peluang
b.
Dalam
berinovasi
c.
Dalam
mengelola
d.
Dalam
menjual
2.
Keberaniannya
(hubungannya dengan karakter)
a.
Dalam
mengatasi ketakutannya
b.
Dalam
mengendalikan resiko
c.
Untuk
keluar dari zona nyaman
3.
Keteguhan
hati (hubungannya dengan karakter)
a.
Presisten
(ulet, pantang menyerah)
b.
Determinasi
(teguh akan keyakinannya)
c.
Kekuatan
akan pikirannya (power of mind) bahwa anda juga bisa
Secara
lebih rinci, dapat dijelaskan bahwa karakter wirausaha meliputi: Pertama,
memiliki motif berprestasi tinggi. Para ahli mengemukakan bahwa seseorang yang
memiliki minat berwirausaha pada umumnya memiliki motif berprestasi
(achievement motive).) Motif berprestasi ialah suatu nilai sosial yang
menekankan pada hasrat untuk mencapai yang terbaik guna mencapai kepuasan
secara pribadi[xvi].
Kebutuhan berprestasi wirausaha terlihat dalam bentuk tindakan untuk melakukan
sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dibandingkan sebelumnya. Wirausaha
yang memiliki motif berprestasi pada umumnya memiliki ciri-ciri:
-
Ingin
mengatasi sendiri kesulitan dan persoalan-persoalan yang timbul pada dirinya.
-
Selalu
memerlukan umpan balik yang segera untuk melihat keberhasilan dan kegagalan.
-
Memiliki
tanggung jawab personal yang tinggi.
-
Berani
mengambil resiko dengan penuh perhitungan.
-
Menyukai tantangan dan melihat tantangan
secara seimbang
Kedua,
Selalu Perspektif. Seorang wirausahawan hendaknya mampu menatap masa dengan
dengan lebih optimis. Melihat ke depan dengan berfikir dan berusaha.
Memanfaatkan peluang dengan penuh perhitungan. Kuncinya pada kemampuan untuk
menciptakan sesuatu.
Walaupun dengan risiko yang mungkin dapat terjadi, seorang yang perspektif harus tetap tabah dalam mencari peluang tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada. Karena itu ia harus mempersiapkannya dengan mencari suatu peluang.
Walaupun dengan risiko yang mungkin dapat terjadi, seorang yang perspektif harus tetap tabah dalam mencari peluang tantangan demi pembaharuan masa depan. Pandangan yang jauh ke depan membuat wirausaha tidak cepat puas dengan karsa dan karya yang sudah ada. Karena itu ia harus mempersiapkannya dengan mencari suatu peluang.
Ketiga,
memiliki kreatifitas tinggi. Kreativitas adalah kemampuan untuk berfikir yang
baru dan berbeda. Oleh karena itu seorang wirausaha dituntut untuk berfikir dan bertindak dengan cara-cara baru.
Menurut Zimmerer dalam buku “Entrepreneurship And The New Venture Formation”,
mengungkapkan bahwa ide-ide kreativitas sering muncul ketika wirausaha melihat
sesuatu yang lama tetapi berfikir untuk menciptakan sesuatu yang baru dan
berbeda[xvii].
Kreativitas adalah menciptakan sesuatu dari yang asalnya tidak ada (generating
something from nothing)[xviii].
Hasil dari kreativitas adalah inovasi. Inovasi adalah kemampuan untuk
menerapkan kreativitas dalam rangka memecahkan persolan-persolan dan peluang
untuk meningkatkan dan memperkaya kehidupan.
Keempat, memiliki perilaku inovatif tinggi.
Potensi kemanusiaan yang dimiliki manusia adalah daya imajinasi kreatif. Manusia merupakan
satu-satunya mahluk ciptaan Tuhan yang dianugerahi daya imajinasi kreatif.
Dengan daya imajinasi kreatif, manusia memiliki kemampuan menciptakan sesuatu
yang belum ada yaitu memodifikasi beberapa unsur yang tersedia dan dengan itu
menciptakan sesuatu yang baru. Semua manusia pada dasarnya memilik daya
inovasi, namun sejauhmana potensi ini bisa berlanjut menjadi karya yang konkrit
tergantung kepada kemauan untuk mengekplorasi semua kemampuan yang ada dalam
diri manusia. Seeorang wirausaha idealnya selalu berusaha untuk mengekplorasi
semua kemampuan inovatifnya dalam bidang yang ditekuninya.
Kelima, memiliki komitmen, etos kerja dan tanggung jawab
dalam berwirausaha. Komitmen adalah keterikatan dan usaha untuk melakukan
sesuatu sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam konteks organisasi,
komitmen kemauan dan kemampuan untuk menyelaraskan perilaku dengan kebutuhan,
prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara mengembangkan dan
memenuhi kebutuhan organisasi, yang intinya mendahulukan kepentingan organisasi
dari pada kepentingan pribadi. Jadi seorang wirausaha hendaknya memiliki
keberanian untuk mendahulukan kepentingan usahanya atau organisasi usahanya
daripada kepentingan pribadi serta mampu berkorban waktu dan konsentrasi demi
kemajuan usahanya. Menurut Geertz, etos
adalah sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan
hidup[xix]. Terdapat pandangan filosofis dan moral tertentu
bagi manusia dalam memandang kehidupan ini, misalnya tentang konsep waktu,
konsep bekerja. Kemudian etos kerja ini dijabarkan dalam visi dan misi yang
memotivasi seseorang dalam bekerja . Maka etos ini mewarnai setiap sikap dan
perilaku orang yang bersangkutan. Seorang wirausaha hendaknya memiliki etos
kerja yang didasarkan pada satu pandangan filosofis dan moral tertentu atau
diadasarkan pada satu visi dan misi tertentu.
Seorang wirausaha hendaknya memiliki tanggung jawab
terhadap setiap perkembangan usahanya. Penjabaran dari sikap tanggung jawab ini
diantaranya adalah konsisten dalam berusaha dan mampu menanggung konsekuensi
dari perkembangan usahanya.
Kelima. memiliki jiwa kepemimpinan. Kepemimpinan atau leadership adalah suatu kemampuan
untuk mempengaruhi orang lain bertindak sesuai dengan keinginan seseorang yang
memimpin tersebut. Kemampuan kepemimpinan seorang usaha tidaklah menggunakan kekuatan
seorang diktator, tatapi memiliki kecerdikan seorang negoitator.
Keenam, memiliki kemampuan manajerial. Seorang
wirausaha hendaknya memiliki kemampuan untuk manajerial, khususnya mengenai
bidang yang digelutinya. Kemampuan manajerial itu secara garis besar mencakup
kemampuan perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, pemasaran, dan
pengawasan. Kemampuan manajerial ini dapat dipelajari dari pendidikan dan
pelatihan, juga dari pengalaman.
Ketujuh, memiliki keterampilan personal. Keterampilan personal itu mencakup:
-
Percaya
diri dan mandiri atas usaha yang ditekuni.
-
Mau dan mampu mencari dan menangkap dan memanfaatkan
peluang yang menguntungkan.
-
Mau dan mampu bekerja keras dan tekun dalam
menghasilkan barang dan jasa.
-
Memiliki kemampuan dalam berkomunikasi dalam negoisasi
-
Menghadapi hidup dan menangani usaha dengan
terencana,jujur, hemat, dan disiplin.
-
mencintai
kegiatan usahanya dan perusahaannya
-
mau
dan mampu meningkatkan kapasitas diri sendiri dan perusahaan.
D.
Akhlak Islam Dalam
Etika Bisnis Islam
Istilah
akhlak dan etika, memiliki perbedaan secara historis. Istilah akhlak terdapat
dalam khasanah keilmuan Islam, sedangkan etika merupakan istilah yang tumbuh
dari khasanah keilmuan Barat. Dua istilah ini lahir dari paradigma keilmuan
yang berbeda. Istilah ahlak timbul dari paradigma keilmuan yang teologis.
Segala sesuatu istilah dan pemahaman yang tumbuh dari keilmuan yang teologis,
selalu mengikutsertakan peran ketuhanan dalam konsep-konsep keilmuannya.
Sedangkan istilah etika tumbuh dari paradigma keilmuan yang sekuler, yang
memandang bahwa kebenaran sebuah pengetahuan selalu disandarkan pada standar
ilmiah yang bersifat empiris dan fenomenanya dapat ditangkap oleh panca indera.
Tradisi keilmuan Barat, tidak mengikutsertakan informasi-informasi yang tidak
dapat ‘dipertanggungjawabkan’ secara empiris, dan dengan demikian masalah
ketuhanan adalah masalah di luar wilayah keilmuan.
Melalui
perkembangan peradaban, sistem sekuler mengasumsikan sejumlah kode moralitas
yang sangat entropis[xx],
karena konsep moral dari sistem etika tersebut berdiri di atas nilai-nilai
temuan manusia[xxi].
Sedangkan didalam Islam, asumsi-asumsi tentang etika bisnis didasarkan pada
ayat-ayat Al Qur’an yang tidak berubah sepanjang zaman. Ketika seseorang
berbicara masalah akhlak, lazimnya telah terkandung di dalamnya orientasi
ketuhanan. Sedangkan ketika seseorang berbicara masalah etika maka wilayah yang
dibahas adalah tentang perilaku baik-buruk menurut adat dan kebiasaan, serta
berfokus kepada masalah hubungan antar manusia saja. Penyerapan istilah “etika”
dalam keilmuan binis Islam pada dasarnya adalah usaha untuk mendekatkan
(akomodatif) konsep-konsep akhlak bisnis Islam ke dalam khasanah keilmuan
mutakhir yang sekarang ini masih didominasi keilmuan Barat sekuler.
Sesungguhnya pengertian etika bisnis Islam yang bersifat ketuhanan dan dengan
orientasi keakhiratan, memiliki perbedaan karakteristik dengan etika bisnis sekuler karena memiliki wilayah
pemahaman yang berbeda.
Akhlak
Islam tumbuh dari sistem kepercayaan yang menjadi sikap. Perilaku baik dalam
konsep akhlak Islam adalah manfestasi yang secara otomatis timbul dari sistem kepercayaan ini.
Pernyataan ini mengacu pada penjelasan sebelumnya bahwa akhlak adalah perangai
yang melekat pada diri seseorang yang dapat memunculkan perbuatan tanpa
mempertimbangkan pikiran lebih dahulu. Dengan demikian kepantasan perilaku baik
dan buruk dalam akhlak utamanya mengacu pada konsep dasar yang tidak berubah
yaitu nash-nash dalam Al Qur’an dan hadist. Berbicara tentang etika bisnis
Islam berarti membahas akhlak Islam khusus dalam dunia bisnis. Kajiannya
dimulai dari pengkajian tentang ayat-ayat Al Qur’an dan hadist rasul.
Akhlak yang mendasari bisnis Islam yang hendaknya senantiasa dipegang oleh setiap pengusaha muslim yaitu
keyakinan bahwa harta adalah milik Allah dan manusia hanyalah bertugas untuk
mengelolanya. Orang yang bertugas dalam mengelola sudah pasti harus mengikuti
aturan yang telah ditetapkan oleh pemiliknya dan tidak boleh melanggarnya,
dalam hal ini pemiliknya adalah Allah, seperti dinyatakan dalam Q.S An-Najm
(53): 31;
. ¬!ur
$tB
Îû
ÏNºuq»yJ¡¡9$#
$tBur
Îû
ÇÚöF{$#
yÌôfuÏ9
tûïÏ%©!$#
(#q䫯»yr&
$yJÎ/
(#qè=ÏHxå
yÌøgsur
tûïÏ%©!$#
(#qãZ|¡ômr&
Óo_ó¡çtø:$$Î/
ÇÌÊÈ
Artinya: Dan
hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi
supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa
yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik dengan pahala yang lebih baik (syurga).
Dari
ayat ini dapat dipahami bahwa konsep kepemilikan itu bersifat transendental.
Selain itu dalam ayat ini dinyatakan bahwa perbuatan baik dan buruk akan
mendapat balasan dari Allah berupa pahala dan dosa yang menunjukkan orientasi
keakhiratan. Artinya bahwa akhlak dalam etika bisnis Islam akan selalu disertai
dengan imbalan yang ditentukan oleh Allah. Tentu saja konsep ini sangat berbeda
dengan pemahaman etika yang dijelaskan oleh ilmu ekonomi sekuler yang tidak
mengikutsertakan aspek ketuhanan, bersifat keduniawian dan sangat kontekstual
(dipengaruhi oleh kepantasan di zamannya).
Islam sangat menghargai usaha bisnis
yang dilakukan ummatnya. Dalam hadist dinyatakan bahwa “ Pedagang yang jujur
dan dapat dipercaya akan bersama para nabi , orang-orang yang benar-benar tulus
dan para syuhada.[xxii]”.
Prinsip yang pokok dalam bisnis adalah kejujuran. Dalam Islam kejujuran adalah
syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulallah bersabda; “Tidak
dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia
menjelaskan aibnya” (HR. Al-Quzwami). Rasulallah selalu bersikap jujur dalam
berbisnis dan bersabda:” Siapa yang menipu kami maka dia bukan kelompok kami”
(H.R. Muslim).
Allah
juga merahmati para pebisnis muslim yang berperilaku baik dalam melakukan
bisnisnya seperti dinyatakan dalam hadist: “Allah akan memberikan rahmat-Nya
kepada setiap orang yang bersikap baik ketika menjual, membeli dan membuat
pernyataan.[xxiii]”
Setiap pebisnis muslim harus bersikap ramah terhadap pembelinya. Keharusan
berperilaku yang baik ini juga dinyatakan dalam hadist: “Allah merahmati
seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
Beberapa
penelitian yang pernah dilakukan membuktikan bahwa akhlak Islam berpengaruh
signifikan terhadap perkembangan bisnis
yang dilakukan oleh pedagang muslim. Clifford Geertz melakukan penelitian
tentang pengaruh agama Islam terhadap pengkarakteran pedagang muslim di
Mojokuto Jawa Timur pada tahun 1950. Dalam bukunya yang berjudul Peddlers
and Princes, Geertz mengungkapkan peran sentral kelas menengah Muslim
dalalm bidang wiraswasta di Mojokuto.
Sebagai pengusaha kecil, para pedagang muslim di Mojokuto ini profesioanal
hemat, rajin dan saleh. Mereka menjadi
pasaing bisnis yang gigih dan tidak kenal menyerah terhadap pengusaha-pengusaha
Cina.
Tingkah
laku pedagang muslim Mojokuto menurut Geertz sangat khas, terutama jika dilihat
dari struktur sosial masyarakat Jawa yang hanya mengenal 2 kelas sosial yaitu
kelas priyayi dan kelas wong cilik. Munculnya pedagang muslim
yang disebut dengan wong dagang sebagai kelas baru, menimbulkan harapan
akan munculnya kelas menengah yang sifat dan tingkah lakunya berbeda dari
kelas-kelas dominan yang sudah ada.
Kelas
pedagang muslim di Mojokuto ini memiliki gaya hidup dan lingkungan sendiri yang
berbeda, juga cara berdagang yang berbeda dari budaya Jawa pada umumnya.
Menurut analisi Geertz, para pedagang muslim ini memiliki semangat niaga yang
bukan dari kultur jawa, tapi dari agama Islam.
Geertz
mengemukakakan data empiris bahwa dari dari tujuh toko yang modern dan maju di
kota kecil itu, enam diantaranya dimiliki oleh pedagang muslim, sedangkan dari
24 pabrik yang berdiri, 21 diantaranya dimiliki oleh pengusaha muslim yang
saleh. Dalam konteks ini, dorongan keagamaan di kalangan kelas pedagang muslim
menjadi sangat jelas, dari pedagang tradisional yang biasanya dianggap rendah,
beranjak menjadi pedagang-pedagang yang dihormati di komunitas kota; demikian
penjelasan Geertz.
Castles
pada tahun 1967 melakukan penelitian yang hampir sama dengan Geertz dengan
meneliti para pengusaha muslim di Kudus. Dalam bukunya yang berjudul Religion,
Politic ang Economic Behavior , Castles menggambarkan tentang para
pengusaha muslim yang gigih. Para pengusaha ini umumnya adalahpara santri yang
hemat dan sederhana dalam pakaian dan tingkah laku, tetapi memiliki achievement
orientation. Castles berpendapar bahwa fenomena pengusaha muslim di Kudus
adalah salah satu bukti bahwa di Indonesia terdapat hubungan antara perusahaan
pribadi dengan kepatuhan terhadap Islam[xxiv].
Penelitian
tentang karakter wirausaha muslim juga dilakukan oleh Mohamad Sobary pada tahun
1991. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Weber yang menyoroti kelas
menengah berpendidikan tinggi yang memiliki kesempatan dalam mengembangkakn
usahannya, juga berbeda dengan latar sosial politik pedagang muslim Mojokuto
tahun 1950 yang diteliti oleh Geertz, Mohammad Sobary menyoroti wirausaha kecil
sektor informal masyarakat Betawi di
Desa Suralaya, Kecamatan Bumi Kabupaten Tangerang, pada tahun 1991 dalam latar
sosial politik pemerintahan Orde Baru.
Dalam
penelitiannya, Mohamad Sobary menyatakan
bahwa bersamaan dengan kebijakan industrialisasi pemerintah Orde Baru,
desa-desa kemudian diserap menjadi bagian dari pusat[xxv].
Sebagai akibatnya desa mengalami perubahan pada nilai sosial, pola tata guna
lahan dan pola-pola kegiatan pencarian penghasilan. Dengan arus urbanisasi di
Jakarta sebagi ibu kota, maka masyarakat menjadi heterogen dan lahan pertanian
berubah menjadi perumahan. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat
Betawi di Suralaya menjadi termarjinalisasi dan berpindah kegiatan penghasilan
dari pertanian kepada sektor informal. Dalam keadaan ini masyarakat Betawi
sangat erat dengan agamanya (Islam), dan memakainya sebagai dasar identitas
diri karena Islam memberi perasaan bangga dan perlindungan psikologis dari
perasaan terancam. Untuk masyarakat Betawi di Suralaya, agama bagi mereka
adalah sebagai tempat memperoleh kedamaian. Agama dan bakat bisnis
kecil-kecilan dijadikan sebagi sarana keberlangsungan hidup mereka. Dalam
pengamatan Mohamad Sobary, mayarakat muslim Betawi di Suralaya memiliki sifat
yang hemat, kerja keras, rajin, terampil dan mengaitkan kegiatan-kegiatan
keagamaan dengan usaha komersial[xxvi].
Kaitan antara usaha komersial dengan keagamaan terlihat dalam syair lama
Betawi; Ya Allah ya Robbi/ Berilah
saya/ Untung yang lebi /Biar bisa pergi haji/ Ziarah ke kuburan Nabi
Dalam
kesimpulannya Mohamad Sobary menyatakan bahwa perbedaan struktural memainkan
peranan yang sangat penting dalam menjelaskan mengapa para pengusaha Suralaya
tidak berhasil mengembangkan usaha mereka. Kelemahan yang mereka miliki
bukanlah kelemahan mental seperti tiadanya etos, melainkan kelemahan struktural[xxvii].
E.
Kesimpulan
Pengkarakteran
wirausaha muslim diawali dengan pembentukan sikap yang sangat mempengaruhi
perilaku dalam melakukan interaksinya dengan lingkungan bisnis. Pembentukan
sikap ini bertitik tolak dari akhlak Islam yang merupakan konsep tentang
penggambaran ideal seorang muslim menyangkut cara pandangnya terhadap kehidupan.
Pengkarakteran wirausaha muslim
ditunjukkan dengan beberapa ayat Al Qur’an dan hadist yang mengingatkan setiap
muslim bahwa hakekatnya harta adalah milik Allah, perintah untuk bersikap jujur
dan berperilaku baik dalam berbisnis.
No comments:
Post a Comment