Wednesday 30 October 2013

PENGEMBANGAN POTENSI PEREMPUAN DALAM WILAYAH EKONOMI DOMESTIK-PUBLIK

Telah dimuat pada Jurnal ADIL Jurnal Hukum dan Hak Azasi Manusia. Pusat Studi Hukum dan Hak Azasi Manusia (center for law and human right institute), Fakultas Syari'ah dan Ekonomi Islam IAIN SMH Banten.

Wazin
wazin-baihaqi.blogspot.com


Abstrak
Perempuan membutuhkan keamanan ekonomi dan kemandirian untuk meningkatkan kesempatan mereka dalam menjalani kebebasan hidup dan bebas dari kekerasan dalam hubungan. Mitos peran pada perempuan yang bergerak dalam peran reproduksi dengan lingkup tanggung jawab mengurus rumah tangga memungkinkan untuk direkonstruksi ke arah peran yang lebih produktif sehingga perempuan mampu membangun kemandirian ekonominya. Kemandirian perempuan bertujuan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan suatu negara. Selama ini, pembagian kerja yang menempatkan perempuan pada pekerjaan domestik dan laki- laki pada pekerjaan publik menimbulkan persoalan ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan menjadi bergantung pada laki-laki karena pekerjaan domestik yang menghabiskan waktu bahkan sepanjang hidup perempuan tanpa upah. Ketergantungan perempuan pada laki-laki dapat dikurangi dengan menempatkan perempuan secara proporsional. Perempuan harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan memiliki penghasilan sehingga ketimpangan peran antara laki-laki dan perempuan tidak terjadi lagi serta kemandirian perempuan wilayah ekonomi domestik dapat tercapai.

Kata kunci       : Kemandirian, Ekonomi, Perempuan, Domestik


A.    Pendahuluan

Perempuan membutuhkan keamanan ekonomi dan kemandirian untuk meningkatkan kesempatan mereka dalam menjalani kebebasan hidup dan bebas dari kekerasan dalam hubungan. Upaya-upaya individu, kolektif masyarakat, lembaga dan pemerintah diarahkan untuk kemandirian ekonomi perempuan dan keamanan dapat mempercepat laju kesetaraan perempuan. Selain itu, pendekatan yang unik dapat mengatasi keamanan ekonomi dan kemandirian kebutuhan perempuan.
Kemandirian ekonomi mengacu pada suatu kondisi di mana individu perempuan dan laki-laki memiliki akses mereka sendiri  ke berbagai peluang ekonomi dan sumber daya agar mereka dapat membentuk kehidupan mereka dan dapat memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan orang-orang dari tanggungan mereka. Dalam konteks kemandirian ekonomi,  harus diakui bahwa perempuan adalah pemain ekonomi yang berkontribusi terhadap kegiatan ekonomi dan harus dapat manfaat dari itu atas dasar yang sama dengan laki-laki.[i]. Kemandirian merupakan suatu sikap mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah, demi mencapai satu tujuan tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan kerjasama yang saling mengutamakan.[ii].Dalam pengertian sosial atau pergaulan antara sesama manusia (kelompok, komunitas), kemandirian juga bermakna sebagai organisasi diri (self organization) atau managemen diri (self management), unsur-unsur tersebut saling melengkapai, sehingga muncul suatu keseimbangan. Jadi proses kemandirian adalah proses yang tanpa ujung.
Dalam konteks pembangunan, sikap mandiri harus dijadikan tolak ukur keberhasilan, yakni apakah rakyat atau masyarakat menjadi lebih mandiri atau malah semakin bergantung. Jadi Kemandirian Ekonomi adalah kemampuan diri sendiri dalam mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan pokok hidup manusia untuk mencapai tujuan hidup yang sejahtera[iii]. Perempuan harus dihargai dan diakui atas kontribusi mereka dalam kehidupan keluarga, dalam membesarkan dan mendidik anak, menyiapkan generasi muda yang maju dan kreatif, serta mandiri secara ekonomi. Perempuan juga membutuhkan sumber daya ekonomi untuk membuat pilihan hidup yang lebih baik untuk diri mereka sendiri dan anak-anak mereka.

B.     Pembagian Peran dalam Wilayah Domestik

Pembagian peran di rumah tangga pada umumnya menempatkan laki-laki berada di wilayah publik (mencari nafkah), sementara perempuan berada di wilayah domestik (mengelola rumah tangga dan mengurus anak). Situasi ini merupakan konstruksi sosial yang telah berjalan konstan dan jarang dipertanyakan atau digugat oleh banyak orang.
Disadari atau tidak, pembagian peran tersebut dapat melahirkan ketidakseimbangan status ekonomi, sehingga membentuk kecenderungan laki-laki sebagai pemberi dan perempuan sebagai penerima. Lebih jauh, pembagian peran ini dapat menjadi pemicu lahirnya benih-benih perendahan martabat perempuan yang tak jarang berakhir pada tindakan KDRT. Karena, tidak menutup kemungkinan tuntutan-tuntutan ekonomi istri terhadap suami seringkali mengarah pada situasi pertengkaran dan kekerasan.
Konstruksi pembagian peran dalam rumah tangga ini secara legal diikat dalam UU Perkawinan No 1 Tahun 1974, Pasal 31 (ayat 3), yaitu “suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga”. Penempatan posisi tersebut sebenarnya dapat manjadi justifikasi pembatasan peran perempuan, baik scara struktural maupun kultural di masyarakat. Konstruksi ini menurut saya merupakan bentuk domestifikasi perempuan yang harus direvisi ulang.
Mitos peran yang disematkan pada perempuan sebagai ibu rumah tangga, dengan peran pengasuhan, perawatan, pendidikan, pengadaan makanan, merawat rumah, tidak tertutup kemungkinan untuk direkonstruksi ulang. Kekhawatiran tentang perempuan berkarir, yang lantas berimbas pada penelantaran anak dan keluarga tentu tidak sepenuhnya benar. Bukti empiris menunjukkan, perempuan yang mempunyai profesi strategis di masyarakat seperti, dosen/guru, pengacara, menteri, dan lain-lain tentu tetap mampu memperhatikan keluarga dan anak-anaknya. Pada titik ini, bukan berarti bahwa setiap perempuan akan diarahkan untuk  menjadi perempuan karir, namun harus mampu membangun kemandirian ekonominya masing-masing.
Meskipun suami merupakan kepala rumah tangga yang mempunyai kewajiban memberi nafkah kepada keluarga, namun bukan berarti perempuan tidak dapat memperoleh kebebasan untuk mendapatkan akses ekonomi secara independen. Kemandirian perempuan dalam bidang ekonomi akan membebaskan perempuan dari ketergantungan ekonomi terhadap laki-laki, sekaligus sebagai perisai perempuan atas kekerasan dengan latar belakang ketergantungan ekonomi. Masih banyak fenomena KDRT yang menimpa perempuan, namun karena alasan ketergantungan ekonomi, akhirnya korban hanya diam dan mengalah pada keadaan.
Kemandirian ekonomi perempuan ini bukan dalam rangka memunculkan otoritas tanding (counter culture) perempuan terhadap laki-laki, namun menjadi bagian dari implementasi konsep women and development (perempuan dan pembangunan). Konsep ini secara umum bertujuan untuk mengintegrasikan perempuan dalam pembangunan. Hal ini dapat ditunjukkan melalui kiprah dan kontribusi perempuan dalam aspek sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan kesehatan dalam sebuah negara.[iv]
Kemiskinan bukanlah fenomena musiman yang begitu saja muncul, tetapi ini merupakan proses panjang dan menyatu dalam kehidupan perempuan. Perempuan terlahir dengan kondisi yang sangat dilematis, disisi satu perempuan dituntut harus dapat berperan disemua sektor, disisi lain perempuan juga tidak dapat melupakan kodratnya. Kemiskinan membuat para perempuan bertanya-tanya apakah boleh seorang perempuan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?

C.    Pengembangan Potensi Perempuan

Dalam Islam tidak ada larangan bagi laki-laki atau perempuan untuk bekerja, baik di dalam ataupun di luar rumah, Dalam Surat An-Nahl 97 menyebutkan bahwa Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. Ditekankan dalam ayat Ini bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.
Surat al-Qashash,ayat-23-28, juga dikisahkan mengenai dua puteri Nabi Syu’aib as yang bekerja menggembala kambing di padang rumput, yang kemudian bertemu dengan Nabi Musa as. Pada literatur fikih juga secara umum tidak ditemukan larangan perempuan bekerja, selama ada jaminan keamanan dan keselamatan, karena bekerja adalah hak setiap orang. Sesungguhnya wanita muslimah memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam dan pengaruh yang besar dalam kehidupan setiap muslim.
Kemandirian suatu bangsa tak lepas dari keterlibatan perempuan.  Perempuan dinilai lebih mandiri, teliti, mempunyai perhitungan yang tepat dalam membangun kemandirian, baik kemandirian dalam berumah tangga maupun negara. Untuk itu peranan perempuan terhadap kemandirian suatu bangsa patut dipertimbangkan. Membangun kemandirian itu tidak mudah, memang perlu proses yang cukup lama, tapi jika semua pihak mempunyai niat dan mau, kemandirian itu sudah di depan mata. Untuk itu perempuan merupakan elemen yang penting dalam membangun kemandirian suatu negara. Di Indonesia telah terjadi suatu gebrakan luar biasa yang sangat mengejutkan sejak R.A.Kartini muncul dengan memperjuangkan hak-hak kaum perempuan dan emansipasi perempuan untuk negeri, dimana zaman dahulu perempuan tidak boleh bekerja, dan hanya didalam rumah saja, tidak boleh mendapat pendidikan, dan hanya mengurus anak.
Zaman demokrasi yang penuh emansipasi sekarang ini, perempuan mempunyai andil yang besar dalam membangun kemandirian Indonesia yang tangguh. tanpa kita sadari banyak perempuan Indonesia memiliki kecerdasan dan kepintaran yang tidak kalah dari kaum laki-laki, hanya saja belum adanya kepercayaan terhadap perempuan untuk menggerakkan sektor perekonomian Indonesia secara merata dan menyeluruh, kalaupun ada, perempuan masih ditempatkan di bawah laki-laki.
Kerja mempunyai manfaat positif secara psikologis   bagi perempuan .  Bekerja bagi perempuna, selain dapat membangun kemandirian ekonomi juga akan meningkatkan harga diri dan pemantapan rasa percaya diri dan kebahagiaan, Selain itu dengan bekerja, perempuan dapat memenuhi   kebutuhan sosialnya dan dapat meningkatkan skill dan kompetensi. Untuk itu, seorang perempuan dituntut untuk secara kreatif menemukan segi-segi yang bisa dikembangkan demi kemajuan dirinya. Peningkatan skill dan kompetensi yang terus menerus akan mendatangkan nilai lebih pada dirinya sebagai seorang perempuan pekerja, selain rasa percaya diri yang mantap.[v]
Peran perempuan yang selama ini hanya memainkan fungsi reproduksi dengan lingkup tanggungjawab mengurus rumah tangga semata, kini bergeser ke arah peran yang lebih produktif. Perempuan di era modern harus mampu membangun kedaulatan ekonominya sendiri. Banyak sekali sektor yang dapat dimanfaatkan oleh perempuan untuk membangun kemandirian ekonominya. Salah satunya misalnya melalui industri rumahan (home industry), seperti bisnis kerajinan tangan, menjahit pakaian, bisnis makanan, catering, bisnis kue-kue, membangun kelompok usaha bersama, atau menjajaki kemungkinan pekerjaan di sektor informal lainnya. Usaha mikro yang dikelola perempuan tersebut disadari atau tidak akan berdampak pada ketahanan dan kemajuan ekonomi sebuah negara. Ini terbukti bahwa usaha mikro mampu menyelamatkan Indonesia dari krisis ekonomi 1997, juga krisis keuangan global 2008 yang juga berdampak sistemik terhadap perekonomian Indonesia. Tentu amat disayangkan, jika melihat potensi dan kuantitas perempuan yang begitu besar namun tidak diberdayakan menjadi tenaga produktif. Perempuan produktif merupakan istilah yang dilekatkan pada perempuan yang telah mampu memberi kontribusi secara ekonomi baik pada dirinya sendiri, keluarga maupun negara.

D.    Kemandirian Ekonomi Perempuan

Salah satu masalah yang menghimpit bangsa Indonesia yang hingga saat ini belum terselesaikan adalah masalah kemiskinan. Upaya penghapusan kemiskinan di negeri ini tak akan pernah bisa berjalan efektif jika tidak disertai dengan komitmen penghapusan dikriminasi gender dengan memberi ruang bagi perempuan untuk menjadi lebih produktif.  Kemandirian ekonomi perempuan pada suatu negara akan berdampak pada peningkatan kualitas kehidupan, kesehatan, pendidikan, dan kebahagian pada negara tersebut.[vi]
Kebanyakan di negara berkembang, termasuk di Indonesia, persoalan perempuan lebih banyak berkutat pada problem himpitan ekonomi, praktek diskriminasi,  ketimpangan struktur sosial-budaya masyarakat, minimnya akses layanan kesehatan, kesenjangan layanan pendidikan, kecilnya kesempatan dalam kegiatan publik dan politik, rendahnya kualitas hidup, dan masih tingginya tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Alquran menggambarkan bahwa perempuan memiliki hak untuk dapat berpacu menggapai beragam kemandirian. Baik kemandirian dalam bidang politik, ekonomi, menentukan pilihan-pilihan pribadi, maupun dalam menyerukan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dalam belajar, serta beragam bentuk kemandirian lain. Sejarah mencatat banyak perempuan-perempuan mandiri pada masa Rasulullah. 
 Perempuan-perempuan saat ini  perlu mempunyai  kemandirian. Mandiri bukan berarti hidup sendiri tanpa membutuhkan campur tangan orang lain dalam proses hidupnya, dibutuhkan peran orang lain dalam porsi sewajarnya. Mengingat manusia adalah mahluk sosial yang saling bersimbiosis mutualisme.[vii]
Tiga jenis kemandirian perempuan yang perlu diberdayakan adalah, pertama, kemandirian ekonomi. Mandiri dalam konteks ini berarti memiliki kemampuan ekonomi yang produktif. Perempuan dapat melakukan kegiatan ekonomi untuk mencari tambahan pemasukan bagi dirinya sendiri atau keluarga. Hal ini dimaksudkan agar perempuan dapat memiliki keterampilan hidup guna menolong dirinya sendiri dan tidak bergantung sepenuhnya pada suami.
Kedua, kemandirian intelektual. Mandiri dalam konteks ini berarti perempuan mamapu beraktualisasi dengan memanfaatkan intelektualnya untuk memiliki eksistensi. Dengan demikian, meski perempuan secara ekonomi bergantung pada suami, tapi perempuan secara mandiri dapat eksis untuk memberi kontribusi bagi masyarakat dan lingkungan.
Ketiga, kemandirian sikap. Mandiri dalam konteks ini berarti perempuan memiliki kemampuan untuk memilih sikap terhadap berbagai soalan kehidupan. Perempuan menjadi partnership yang setara dengan suami untuk menyampaikan pendapat, opsi, maupun solusi. Dengan demikian, perempuan menjadi penyeimbang sekaligus mitra sejajar bagi suami dalam mengarungi rumah tangga.[viii]
Prinsipnya kemandirian itu tidak berjenis kelamin. Ia tergantung potensi dan bakat yang dimiliki seseorang. Persoalannya terletak pada sejauh mana kemampuan mereka untuk mengaktualisasikan potensi dan bakatnya. Seorang perempuan sangat mungkin kemandiriannya menyerupai atau bahkan melampaui laki-laki, begitupun sebaliknya. Ironisnya, mengapa pandangan yang meletakkan kedudukan sosial perempuan di bawah laki-laki masih banyak berkembang? Perempuan seringkali dipandang makhluk nomor dua yang kualitasnya berada di bawah laki-laki. Pandangan seperti ini acapkali tidak hanya tertanam di benak laki-laki, melainkan juga ada perempuan. Ini karena internaliasi kultur patriarki yang sangat dominan sehingga menyebabkan  terjadinya subordinasi perempuan.
Doktrin agama yang misoginis juga turut menghambat kemandirian perempuan. Meskipun sebenarnya banyak juga teks keagamaan yang mendorong adanya relasi yang tidak mendiskriminasikan perempuan, namun hal ini tidak cukup populer di dalam masyarakat.  Negara terkadang masih meletakkan perempuan dalam posisi yang diskriminatif, misalanya tentang  perlindungan negara atas buruh migran dan pekerja rumah tangga yang masih sangat minim.  Dalam ayat (1) dan (2) pasal 27 UUD 1945 bagaimana setiap warganegara baik laki-laki maupun perempuan memiliki persamaan hak baik di dalam hukum dan pemerintahan maupun akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Tentu juga masih banyak instrumen hukum lain yang semestinya dapat menjadi payung keadilan bagi perempuan.
 Rrelasi antara perempuan dan laki-laki dalam semua lini harus dibangun atas prinsip keadilan dan saling menghormati satu sama lain. Sebuah relasi yang berdiri tanpa bingkai diskriminasi. Relasi semacam inilah yang memungkinkan terjadinya harmoni sosial.
Pembagian kerja yang menempatkan perempuan pada pekerjaan domestik dan laki- laki pada pekerjaan publik menimbulkan persoalan ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan menjadi bergantung pada laki-laki karena pekerjaan domestik yang menghabiskan waktu bahkan sepanjang hidup perempuan tanpa upah. Ketergantungan perempuan pada laki-laki dapat dikurangi dengan menempatkan perempuan secara proporsional. Kemandirian perempuan adalah hak perempuan untuk berpendapat ikut memutuskan atau menentukan persoalan-persoalan yang ada dalam rumah tangga. Jadi jelas maknanya bahwa perempuan bukan sekadar konco wingking tetapi harus diposisikan sebagai mitra sejajar yang memiliki kedudukan yang setara dalam suka maupun duka. Dengan demikian perempuan harus diajak berbicara, berembug, bermusyawarah dalam semua persoalan. Tentu saja hal itu harus dilakukan secara timbal-balik dan secara terbuka.
 Kemandirian merupakan kemampuan untuk membawa perempuan sebagai manusia yang memiliki nilai hidup sendiri didalam masyarakat. Kemandirian dapat terwujud apabila terdapat pengakuan atas manusia akan kemanusiaanya. Perubahan tersebut dapat dilakukan melalui konstruksi lingkungan sosial budaya maupun berasal dari diri perempuan sendiri. Kemandirian merupakan konsep penting karena mempunyai kemampuan untuk membawa perempuan pada manusia yang memiliki hidup sendiri dalam masyarakat. Kemandirian atau otonomi merupakan salah satu ciri eksistensi manusia, sebagai bentuk pengakuan kemandirian seseorang. Orang dikatakan mandiri apabila mempunyai harga diri, merdeka dan swasembada serta mempunyai keberanian. Mandiri berarti mampu menentukan kehendak dan ide serta tujuannya sendiri; dapat mewujudkan semua atas kemampuan sendiri dan tidak akut akan ancaman atau serangan dari phak lain. Kemandirian berarti seeorang tidak tergantung kepada orang lain.
Istilah kemandirian dengan pengertian tidak bergantung kepada orang lain sebenarnya dapat menimbulkan kerancuan, jika kemandirian perempuan diartikan sebagai  perempuan yang tidak membutuhkan peran dan bantuan laki-laki. Dalam contoh yang lebih konkrit misalnya  kemandirian perempuan sebagai istri mempunyai makna bahwa istri mengetahui dan dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan dalam pemecahan persoalan yang dihadapi dalam rumah tangganya.
Perempuan akan mencapai kemandirian apabila perempuan bekerja dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan upah, sehingga pendapatan yang diperoleh dapat diputuskan sendiri penggunaannya. Perempuan dikatakan mandiri apabila dalam berperan sebagai istri berkaitan dengan pendidikan dan perawatan anak serta pekerjaan rumah tangga diatur bersama suami bukan hanya dibebankan kepada perempuan sebagai istri. Perempuan mandiri dalam melakukan pekerjaan domestik tidak dilakukan sendirian apabila perempuan tersebut turut mencari nafkah tidak menjalankan peran ganda bahkan multiple role sendirian. Pekerjaan domestik dianggap sebagai kepanjangan tugas reproduksi seperti merawat dan membimbing anak, menyediakan makan dan pendidikan anak dapat dilakukan laki-laki dan perempuan, demikian pula pekerjaan publik bukan hanya tanggung jawab laki- laki. Perempuan juga mempunyai hak untuk melakukan pilihan pekerjaan tersebut. Pembagian kerja yang menempatkan perempuan melakukan pekerjaan domestik sendirian dimana perempuan harus bekerja guna memperoleh pendapatan,  akan menjadi kendala bagi perempuan didalam mengembangkan potensi dirinya.
 Ketimpangan pembagian kerja laki-laki mencari nafkah perempuan bekerja tidak berupah menimbulkan dominasi atau penguasaan ekonomi oleh laki-laki terhadap perempuan. Perempuan yang memiliki kesempatan mengembangkan potensi dirinya sehingga tidak bergantung pada laki-laki dengan mempunyai pendapatan sendiri perempuan menjadi mandiri secara ekonomi. Kemandirian perempuan dalam rumah tangga ditentukan keterlibatan dalam pengambilan keputusan tentang makanan dan hidangan apa yang dibeli dan harus dihidangkan untuk keluarga, kebebasan menata kekayaan rumah tangga termasuk pembelian peralatan rumah tangga, dan kebebasan memperoleh kesempatan bekerja diluar rumah.

E.     Penutup

Peranan perempuan dalam ekonomi dan pengeluaran rumah tangga belum tentu menunjukkan tingginya status dan kekuasaan perempuan. Berarti kemandirian perempuan bukan hanya ditentukan oleh peran perempuan dalam pengelolaan ekonomi rumah tangga. Perluasan kesempatan perempuan melakukan interaksi di luar rumah tangga besar kemungkinan bagi perempuan dapat mengembangkan potensi dirinya. Perempuan yang memperoleh pendapatan untuk pemenuhan kebutuhan perempuan sendiri atau membantu untuk kebutuhan rumah tangga dapat menjadikan perempuan mandiri secara ekonomi. Meskipun kemandirian ekonomi tidak selalu terkait dengan kemandirian dibidang lain. Kemandirian perempuan tidak hanya ditentukan oleh status sosial dan status ekonomi yang dimiliki perempuan dalam rumah tangga. Meskipun demikian partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi memungkinkan perempuan memiliki kemandirian.
Sumbangan ekonomi perempuan di rumah tangga merupakan kekuatan yang memungkinkan perempuan berperan dalam pengambilan keputusan di berbagai aspek kegiatan rumah tangga serta lingkungannnya. Meskipun penguasaan terhadap beberapa sumberdaya oleh perempuan tidak serta merta berkorelasi positif terhadap kekuasaan perempuan di rumah tangganya. Kemampuan perempuan memperoleh pendapatan dapat membawa perempuan memiliki kemandirian mengelola pendapatannya tetapi tidak secara langsung menguatkan posisi tawar perempuan di rumah tangga. Perempuan dengan kemampuan ekonomi yang dimiliki membuka kesempatan untuk memilih pekerjaan di rumah tangga sendiri atau dilakukan oleh orang lain dengan cara memberi upah. Kemampuan ekonomi yang dimiliki perempuan dengan mempunyai pendapatan sendiri akan membuka peluang perempuan dapat berkiprah secara luas di luar rumah tangga mau pun dalam kegiatan sosial kemasyarakatan.

No comments:

Post a Comment