Wazin
wazinbaihaqi@iainbanten.ac.id
http://www.wazinbaihaqi.com
ABSTRAK
Salah satu faktor subyektif yang mendasari
perilaku ekonomi adalah sistem nilai dan beliefs (kepercayaan) yang diyakini
individu. Salah satu perilaku ekonomi yang bersifat subyektif adalah perilaku
wirausaha. Perilaku wirausaha tidak semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuannya
yang bersifat rasional tetapi juga oleh sistem nilai yang diyakini. Seorang
pengusaha mungkin akan menjalankan perusahaannya sesuai dengan pengetahuan dan
pengalamannya.
Dalam tataran praktek ekonomi, sangat
penting untuk diketahui sejauhmana relevansi etika bisnis Islam dengan perilaku
wirausaha. kondisi faktual perlu diangkat ke dalam penelitian agar diketahui
apakah terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan keyakinan
wirausaha muslim tentang etika bisnis Islam dengan perilakunya dalam
bertransaksi.
Penelitian ini mengupas permasalahan:
1.
Bagaimanakah
tingkat pengetahuan pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam?
2.
Bagaimanakah keyakinan pedagang muslim di Pasar Lama
Kota Serang tentang etika bisnis Islam?
3.
Bagaimanakah relevansi etika bisnis Islam yang diyakini
tersebut terhadap perilaku pedagang muslim
di Kota Serang?
4.
Faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi relevansi antara
etika bisnis Islam dengan perilaku pedagang muslim di Kota Serang?
Jenis
penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis dengan metode
penelitian survey dengan jumlah responden 50 orang dari populasi sekitar 200
orang. Pengumpulan yang digunakan adalah teknik angket ditunjang dengan observasi,
wawancara dan studi kepustakaan.
Hasil penelitan menunjukkan bahwa:
- Pengetahuan
pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam ada
pada tingkat Baik
- Keyakinan
pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam ada
pada tingkat cukup
- Relevansi
antara perilaku pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang dengan etika
bisnis Islam yang diyakininya, ada pada tingkat cukup
- Faktor-faktor
yang mendukung relevansi antara etika bisnis Islam dengan perilaku
wirausaha muslim ada pada kayakinan pedagang muslim terhadap konsep
akidah, kemanusiaan dan keseimbangan dalam bisnis Islam. Sedangkan faktor
yang tidak mendukung relevansi antara perilaku dengan etika bisnis Islam
ada pada keyakinannya tentang konsep keadilan. Faktor internal yang mempengaruhi
inkonsistensi ini adalah kekhawatiran akan menderita kerugian, sedangkan
faktor eksternal berupa kebiasaan negatif seperti pengurangan timbangan
yang dilakukan oleh pihak distributor atau agen, berimbas pada pedagang
eceran.
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perilaku manusia tidak
hanya dilatarbelakangi motif biogenetis yang bersifat instinktif tetapi juga
dilatarbelakangi oleh seperangkat ide, kepercayaan, sistem nilai yang diketahui
(aspek kognisi) dan kemudian dihayati (aspek afeksi), selanjutnya akan
menumbuhkan kecenderungan berperilaku (aspek konasi). Tiga komponen yang
terdiri dari aspek kognisi, afeksi dan konasi ini merupakan komponen sikap yang
cenderung menentukan perilaku manusia[1]. Namun
demikian sikap belum merupakan tindakan atau aktifitas tetapi merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap obyek tersebut.
Perilaku dipengaruhi
oleh sikap. Sikap sendiri dibentuk oleh sistem nilai dan pengetahuan yang
dimiliki manusia. Maka kegiatan apapun yang dilakukan manusia hampir selalu
dilatarbelakangi oleh pengetahuan pikiran dan kepercayaannya. Namun demikian
tidak semua individu yang memiliki sikap yang sama berarti memiliki perilaku
yang sama pula. Hal ini karena perilaku ditentukan oleh dua faktor yaitu karakteristik individu
(meliputi motif, nilai-nilai sifat kepribadian yang berinteraksi satu sama
lain) dan faktor lingkungan.
Perilaku manusia
meliputi banyak hal, seperti hubungan sosial dalam keluarga, pertemanan, perilaku yang berkaitan dengan
adat istiadat tertentu dan semua bentuk perilaku yang berada dalam batas
kewajaran dan kenormalan yang merupakan respon atau reaksi terhadap stimulus
lingkungan sosial.
Kegiatan ekonomi
seperti perilaku konsumen, produktifitas pekerja atau pun perilaku wirausaha
pada umumnya dikenal sebagai perilaku rasional yang dipengaruhi oleh
seperangkat pengetahuan yang dimiliki individu yang bersangkutan. Kegiatan
ekonomi hampir selalu dikaitkan dengan pertimbangan-pertimbangan rasional yang
bersifat ekonomis.. Namun ada faktor-faktor subjektif yang turut mempengaruhi
perilaku ekonomi. Salah satu faktor subyektif yang mendasari perilaku ekonomi
adalah sistem nilai dan beliefs (kepercayaan)
yang diyakini individu.
Perilaku ekonomi yang
bersifat subyektif tidak hanya dapat dilihat pada perilaku konsumen, tetapi
juga perilaku wirausaha. Sama halnya dengan perilaku konsumen, perilaku
wirausaha tidak semata-mata dipengaruhi oleh pengetahuannya yang bersifat
rasional tetapi juga oleh sistem nilai yang diyakini. Wirausaha juga mendasari
perilaku ekonominya dengan seperangkat etika yang diyakini. Karena itu perilaku
ekonomi wirausaha tidak semata-mata
mempertimbangkan faktor benar dan tidak benar menurut ilmu ekonomi dan hukum
atau berdasarkan pengalaman, tetapi juga mempertimbangkan faktor baik dan tidak
baik menurut etika.
Dalam tataran praktek
ekonomi, sangat penting juga untuk diketahui sejauhmana wirausaha muslim
termotivasi oleh etika bisnis Islam dalam melakukan usaha bisnis dan
faktor-faktor apa saja yang mendukung konsistensi sikap (nilai etika yang
diketahui dan diyakini itu) terhadap perilaku wirausaha. Kondisi faktual perlu
diangkat ke dalam penelitian agar diketahui apakah terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan dan keyakinan wirausaha muslim tentang etika
bisnis Islam dengan perilakunya dalam bertransaksi.
Yang menjadi alasan Penulis mendalami penelitian tentang relevansi antara etika bisnis Islam dengan perilaku wirausaha muslim ini
adalah:
- Terinspirasi dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya tentang pengaruh etika agama terhadap perilaku ekonomi.
- Dengan banyaknya masyarakat muslim yang terlibat
dalam aktivitas/ praktek ekonomi maka perlu dilakukan pengkajian dan
penelitian tentang pengaruh etika bisnis Islam terhadap perilaku wirausaha muslim serta
sejauhmana etika bisnis Islam ini dijadikan pedoman dalam usaha bisnisnya.
Penelitian yang dilakukan adalah mengenai Relevansi Antara Etika
Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
Muslim (Studi
Tentang Perilaku Pedagang di Pasar Lama Kota Serang Provinsi Banten).
Lokasi penelitian
adalah Kota Serang yang merupakan Ibu Kota Provinsi Banten.
B.
Rumusan Masalah
- Bagaimanakah tingkat
pengetahuan pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam?
- Bagaimanakah
keyakinan pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam?
- Bagaimanakah konsistensi etika
bisnis Islam yang diyakini tersebut terhadap perilaku pedagang muslim
di Kota Serang?
- Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
konsistensi etika bisnis Islam terhadap perilaku pedagang muslim
di Kota Serang?
C.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menganalisa tingkat pengetahuan etika bisnis Islam di kalangan
pedagang muslim. Dari penelitian ini pula diharapkan dapat dianalisa
bagaimanakah keyakinan pedagang muslim terhadap konsep etika bisnis Islam yang
diketahui. Selanjutnya menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi konsep etika bisnis Islam
yang diyakini tersebut dengan perilaku pedagang muslim. Tujuan akhir dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi obyetif pedagang muslim di Pasar
Lama kota Serang Provinsi Banten, agar menjadi bahan masukan dalam berbagai
kebijakan sehingga tepat sasaran, proporsional, efektif dan efesien. Selain itu alat analisa yang digunakan dalam
penelitian diharapkan dapat menjadi model analisis untuk penelitian yang
serupa.
D.
Signifikansi
Penelitian
1. Memberikan
sumbangan pemikiran
bagi pengembangan konsep etika bisnis
Islam.
2. Dapat
menjadi sumber informasi dalam rangka meningkatkan pemahaman wirausaha tentang etika bisnis Islam.
3. Dapat
menjadi sumber referensi untuk menjaring informasi tentang faktor-fakstor yang
memperkuat keyakinan wirausaha muslim tentang etika bisnis Islam.
4. Instrumen
atau alat analisa yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan juga
untuk menjaring informasi tentang kondisi awal tingkat pemahaman wirausaha
dalam rangka pengembangan karakter wirausaha selanjutnya.
5. Dalam
analisa diharapkan ditemukan faktor-faktor eksternal dan internal yang
mempengaruhi konsistensi antara konsep yang diketahui dan diyakini dengan
perilaku yang nampak, sehingga dapat menjadi referensi bagi program pembentukan
karakter wirausaha muslim.
6. Hasil
penelitian diharapkan dapat menunjukan hubungan yang signifikan antara nilai
keagamaan dengan kegiatan bisnis.
E.
Kerangka Konseptual
Penelitian ini memiliki
dua pokok bahasan yaitu, etika bisnis Islam dan perilaku wirausaha. Bahasan
tentang etika bisnis Islam lebih mengarah pada etika ekonomi yang merupakan
bagian dari teologi ilmu ekonomi.
Sedangkan
perilaku wirausaha merupakan fenomena psikologis sehingga pengukuran perilaku
itu lebih banyak memakai alat ukur yang dipakai dalam ilmu psikologi. Sedangkan
untuk mendukung asumsi bahwa terdapat keterkaitan antara nilai agama dengan
kegiatan ekonomi,
maka banyak digunakan literatur-literatur dari ilmu sosiologi dan ekonomi.
F.
Telaah Pustaka
Beberapa literatur
telah banyak membahas tentang pengaruh etika terhadap perilaku ekonomi. Salah
satu literatur yang paling banyak mendapat perhatian adalah tesis Weber dalam tulisannya yang berjudul The
Protestant Ethic and The Spirit of Capitalisme tentang pengaruh etika
Protestan terhadap kelompok pengusaha dan pemilik modal pada tahap perkembangan
awal kapitalisme di Eropa.
Penelitian yang hampir serupa dengan Weber dilakukan
oleh Clifford Geertz pada tahun 1950. Dalam bukunya yang berjudul Peddlers
and Princes Geertz mengungkapkan peran sentral kelas menengah muslim dalam
dalam bidang wiraswasta di Mojokuto. Menurut Geertz muslim modernis di Mojokuto
menganut suatu etos yang mirip dengan etos Protestan Barat. Sebagai pengusaha
muslim di Mojokuto, mereka profesional, hemat dan tekun. Bidang usahanya cukup
dapat bersaing dengan pengusaha-pengusaha Cina.
Literatur lain yang
membahas tentang pedagang muslim adalah buku yang berjudul The Rope of God (1969) yang ditulis oleh Siegel. Dalam bukunya, Siegel
menjelaskan bahwa kelemahan yang nampak pada pedagang-pedagang Aceh adalah
ketidakmampuan membentuk organisasi.Castles dalam bukunya yang berjudul Religion,
Politics and Economic Behaviour (1967) menyatakan bahwa kelas
menengah santri adalah pengusaha yang gigih..
Penelitian
tentang karakter wirausaha muslim juga dilakukan oleh Mohamad Sobary pada tahun
1991. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Weber yang menyoroti kelas
menengah berpendidikan tinggi yang memiliki kesempatan dalam mengembangkakn
usahannya, juga berbeda dengan latar sosial politik pedagang muslim Mojokuto
tahun 1950 yang diteliti oleh Geertz, Mohammad Sobary menyoroti wirausaha kecil
sektor informal masyarakat Betawi di
Desa Suralaya, Kecamatan Bumi Kabupaten Tangerang, pada tahun 1991 dalam latar
sosial politik pemerintahan Orde Baru.
Dalam
penelitiannya, Mohamad Sobary menyatakan
bahwa bersamaan dengan kebijakan industrialisasi pemerintah Orde Baru,
desa-desa kemudian diserap menjadi bagian dari pusat[2]. Sebagai
akibatnya desa mengalami perubahan pada nilai sosial, pola tata guna lahan dan
pola-pola kegiatan pencarian penghasilan. Dengan arus urbanisasi di Jakarta
sebagi ibu kota, maka masyarakat menjadi heterogen dan lahan pertanian berubah
menjadi perumahan. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, masyarakat Betawi di
Suralaya menjadi termarjinalisasi dan berpindah kegiatan penghasilan dari
pertanian kepada sektor informal. Dalam keadaan ini masyarakat Betawi sangat
erat dengan agamanya (Islam), dan memakainya sebagai dasar identitas diri
karena Islam memberi perasaan bangga dan perlindungan psikologis dari perasaan
terancam.
II. PEMBAHASAN
A.
Karakteristik
Responden
Lokasi
penelitian adalah pasar tradisional Pasar Lama yang berada di pusat kota
Serang. Responden yang diteliti merupakan sampel dari populasi yang memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Pedagang
Pasar lama yang berasal dari penduduk
asli Banten dan beragama Islam.
2. Pedagang
yang diteliti adalah pedagang sayuran, ikan, daging, beras dan buah-buahan.
Responden
berjumlah 50 orang yang merupakan sampel dari sekitar 200 orang. Tidak terdapat
data sebelumnya, berapa jumlah pedagang muslim asli Banten di Pasar Lama
Serang, sehingga tidak tersedia kerangka sampling (sampling frame) yang
digunakan untuk dasar pemilihan sampel. Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah accidental
sampling. Accidental sampling adalah metode pengambilan sampel dengan
memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai. Selain kuesioner yang disebarkan kepada 50
orang responden, pengumpulan data dilakukan juga dengan teknik wawancara dan
observasi.
B.
Variabel Penelitian
Penelitian
ini mencakup 2 variabel yaitu Etika Bisnis Islam dan Perilaku Wirausaha. Bentuk hubungan dua variabel ini
adalah relevansi yaitu mengukur kesesuaian antara Etika Bisnis Islam yang
diketahui dan dipercayai dengan perilaku wirausaha dalam melakukan perdagangan
atau jual beli. Variabel Etika Bisnis Islam merupakan independen variable
(variabel bebas atau variabel x) sedangkan Perilaku Wirausaha merupakan
dependen varible (variabel terikat atau variabel y). Variabel Etika Bisnis
Islam memiliki 4 indikator yaitu Akidah dalam bisnis Islam, Kemanusiaan dalam
bisnis Islam, Keseimbangan dalam bisnis Islam dan Keadilan dalam bisnis Islam.
Pengukuran dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan dan tingkat
kepercayaan responden terhadap konsep etika bisnis Islam ini dan bagaimana
relevansi antara konsep etika bisnis Islam yang diketahui dan dipercayai ini dengan
perilaku wirausaha. Pengukuran akan dilakukan sesuai indikator, misalnya
tingkat pengetahuan dan kepercayaan responden tentang keadilan dalam bisnis
Islam akan dihubungkan dengan perilakunya dalam jual beli yang adil. Pada akhir
pembahasan, semua indikator diakumulasi dan dicari kesimpulan yang bersifat
umum (kumulatif) yaitu tentang relevansi antara etika bisnis Islam dengan
perilaku wirausaha muslim. Dengan mengambil sampel dari populasi, dan dengan
memakai teknik angket/ kuesioner, diharapkan representatif untuk mengetahui
kondisi objektif secara umum. Teknik wawancara dan observasi juga dilakukan
untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam tentang pengetahuan, keyakinan
dan perilaku responden tentang etika bisnis Islam.
C.
Relevansi Antara
Akidah Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha Muslim
Tabel 1. 4
Relevansi
Akidah Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
Relevansi
Akidah Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
|
n
|
%
|
||
Pengetahuan
|
Kepercayaan
|
Perilaku
|
||
Baik
Baik
Baik
Baik
|
Baik
Baik
Cukup
Cukup
|
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
|
20
10
10
10
|
40
20
20
20
|
Jumlah
|
50
|
100
|
Hasil Penelitian Agustus 2013
Tabel
1.4 merupakan pengukuran untuk melihat sejauhmana konsep akidah bisnis Islam
yang diketahui responden, dipercayai atau diyakini, dan kemudian sejauhmana
akidah bisnis Islam tersebut relevan dengan perilaku bisnisnya. Data yang
tertulis dalam tabel 1.4 adalah hasil pengolahan data dari kuesioner, dimana
masing-masing jawaban yang dipilih ditentukan skornya, dan penjumlahan dari
skor tersebut menentukan hasilnya seperti tertulis dalam tabel. Hasil data di
lapangan menunjukkan kombinasi yang variatif. Yang pertama adalah kelompok
responden yang memiliki pengetahuan yang baik tentang akidah bisnis Islam,
kepercayaan yang baik dan tingkat relevansi yang dinilai cukup,
(Baik-Baik-Cukup) sebanyak 20 orang (40%). Kelompok responden yang memiliki
pengetahuan yang baik dan kepercayaan yang baik, tetapi memiliki perilaku yang
kurang relevan dengan akidah bisnis Islam yang dipahami (Baik-Baik-Kurang)
sebanyak 10 orang (20%). Sedangkan
kelompok responden yang memiliki pengetahuan yang baik, kepercayaan yang cukup
dan perilaku yang relevan dengan apa yang dipercayai (Baik-Cukup-Cukup)
sebanyak 10 orang (20%). Responden yang memiliki pengetahuan yang baik, dengan
tingkat kepercayaan yang cukup namun kurang memiliki relevansi antara perilaku
dengan akidah bisnis Islam yang dipercayainya berjumlah 10 0rang (20%).
Responden yang memiliki
kecenderungan yang positif adalah responden yang memiliki perilaku yang dinilai
cukup relevansi dengan akidah bisnis Islam yang dipercayai yaitu ada pada
kelompok responden dengan penilaian Baik-Baik-Cukup (20 responden atau 40%) dan responden dengan
penilaian Baik-Cukup-Cukup (10 responden atau 20%). Dengan demikian, responden
yang memiliki kecenderungan positif tentang relevansi antara akidah bisnis
Islam dengan perilaku wirausaha adalah 30 orang (60%). Adapaun responden yang
memiliki kesenjangan paling besar antara akidah bisnis Islam yang dipercayai
dengan perilakunya, ada pada kelompok dengan penilaian Baik-Baik-Kurang yaitu
10 orang (20%). Kelompok ini memiliki tingkat kepercayaan yang baik tentang
akidah bisnis dalam Islam tetapi dalam perilakunya kurang relevan dengan apa
yang dipercayainya tersebut. Sedangkan 10 orang responden (20 %) berada pada
kelompok dengan penilaian Baik- Cukup-Kurang, yang artinya mereka memiliki
kepercayaan yang cukup tetapi kurang relevan dalam perilaku. Dalam tabel 1.4
ini pun dapat diketahui bahwa secara kognitif, reponden memiliki pengetahuan
yang baik tentang akidah bisnis dalam Islam. Artinya informasi yang diterima
tentang pengetahuan akidah sudah baik.
D.
Relevansi Antara
Kemanusiaan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
- Tabel2.4
Relevansi
Antara Kemanusiaan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
Relevansi
Kemanusiaan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
|
n
|
%
|
||
Pengetahuan
|
Kepercayaan
|
Perilaku
|
||
Baik
Baik
Baik
Baik
|
Baik
Baik
Cukup
Cukup
|
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
|
10
7
24
9
|
20
14
48
18
|
Jumlah
|
50
|
100
|
Hasil Penelitian Agustus 2013
Prosentase tertinggi terdapat pada
karkteristik Baik- Cukup-Cukup yaitu sekitar 48 % atau 24 responden. Hal ini
berarti sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang aspek
kemanusiaan dalam bisnis, namun memiliki tingkat kepercayaan yang cukup dan
relevansi dengan perilaku yang cukup. Artinya ada beberapa hal yang diketahui
oleh responden tetapi tidak seluruh informasi yang diketahui tersebut
dipercayai ketika disandarkan pada realitas. Namun hal-hal yang dipercayai oleh
responden sangat relevan dengan perilaku responden. Prosentase tertinggi kedua
adalah responden dengan kriteria Baik-Baik-Cukup sebanyak 20% atau sekitar 10
orang. Kriteria Baik-Cukup-Kurang memiliki prosentase 18% atau sebanyak 9
responden. Kriteria respponden dengan kriteria ini tidak konsisten antara yang
diketahui dengan yang dipercayai dan juga antara yang dipercayai dengan
perilaku bisnisnya. Prosentase terkecil terdapat pada kriteria
Baik-Baik-Kurang, yaitu sekitar 14% atau 7 responden. Responden dengan kriteria
seperti ini memiliki tingkat kepercayaan yang baik terhadap konsep kemanusiaan
dalam bisnis Islam tetapi perilakunya tidak relevan dengan hal-hal yang
dipercayai.
E.
Relevansi Antara
Keseimbangan dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
- Tabel 3.4
Relevansi Antara
Keseimbangan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
Relevansi
Keseimbangan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
|
n
|
%
|
||
Pengetahuan
|
Kepercayaan
|
Perilaku
|
||
Baik
Baik
Baik
Baik
|
Baik
Baik
Cukup
Cukup
|
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
|
2
10
30
8
|
4
20
60
16
|
Jumlah
|
50
|
100
|
Hasil Penelitan Agustus
2013
Dalam
tabel 3.4 tertulis bahwa prosentase tertinggi ada pada responden dengan
kriteria Baik- Cukup -Cukup yaitu 30 responden (60%) . Responden dengan
kriteria seperti ini berarti memiliki pengetahuan yang baik dan tingkat
kepercayaan yang cukup dan perilakunya relevan dengan hal-hal yang
dipercayainya. Prosentase tertinggi kedua adalah responden dengan kriteria
Baik-Baik-Kurang. Responden dengan kriteria ini sebenarnya memiliki pengetahuan
dan kepercayaan yang baik tentang keseimbangan dalam bisnis Islam, namun tidak
relevan dengan perilaku bisnisnya. Pada umumnya perilaku yang tidak relevan
dengan konsep-konsep yang dipercayai sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
eksternal. Selanjutnya responden yang memiliki pengetahuan yang baik dengan
tingkat kepercayaan yang cukup dan kurang relevan dalam perilakunya
(Baik-Cukup- Kurang) sebanyak 8 responden (16%). Responden yang memiliki
pengetahuan yang baik dan tingkat kepercayaan yang baik dengan perilaku yang
cukup relevan (Baik- Baik- Cukup) sebanyak 2 responden (4%).
F.
Relevansi Antara
Keadilan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
- Tabel
4.4
Relevansi
Antara Keadilan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
Relevansi
Antara Keadilan Dalam Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
|
n
|
%
|
||
Pengetahuan
|
Kepercayaan
|
Perilaku
|
||
Baik
Baik
Baik
Baik
|
Baik
Baik
Cukup
Cukup
|
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
|
2
2
14
32
|
4
4
28
64
|
Jumlah
|
50
|
100
|
Hasil
Penelitian Agustus 2013
Dalam
tabel 4.4 terlihat bahwa prosentase terbesar 32 orang (64%) adalah responden yang
memiliki kriteria Baik-Cukup-Kurang. Responden dengan kriteria seperti ini
artinya memiliki pengetahuan yang baik tentang keadilan dalam bisnis Islam,
namun kepercayaan ada pada tingkat cukup dan pada tataran perilaku dinilai
kurang relevan dengan kepercayaan yang dimiliki. Prosentase terbesar kedua
adalah responden dengan kriteria Baik-Cukup-Cukup yaitu 14 orang (28%).
Responden dengan kriteria ini memiliki pengetahuan yang baik tentang keadilan
dalam bisnis Islam, memiliki tingkat kepercayaan yang cukup dan perilakunya
relevan dengan konsep yang dipercayainya. Sedangkan responden yang memiliki
pengetahuan dan kepercayaan yang baik dan perilaku yang cukup (Baik-Baik-Cukup) sebanyak 2 orang (4%) dan
yang memiliki pengetahuan dan kepercayaan yang baik namun perilakunya kurang
relevan dengan yang dipercayainya (Baik-Baik-Kurang) sebanyak 2 orang (4%).
Karena prosentase terbesar ada pada kelompok responden Baik-Cukup-Kurang, maka
dapat disimpulkan bahwa aspek keadilan dalam transaksi jual beli ada pada kondisi
yang kurang ideal, Aspek keadilan dalam transasksi jual beli ini menyangkut
hal-hak pembeli. Dengan penilaian bahwa penjual dinilai kurang relevan dengan
nilai-nilai keadilan dalam bisnis Islam maka kemungkinan banyak terdapat hak
pembeli yang terabaikan.
H.
Relevansi Antara Etika
Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha Muslim
Pengolahan
data dilakukan dengan sistem tabulasi. Setalah kuesioner diberi skor secara
bertingkat maka penjumlahan skor dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan.
Apabila dalam pembahasan sebelumnya pendataan variabel X (etika bisnis Islam)
dianalisis setiap indikatornya yaitu Aqidah Dalam Bisnis Islam, Kemanusiaan
Dalam Bisnis Islam, Keseimbangan Dalam Bisnis Islam, dan Keadilan Dalam bisnis
Islam, maka pada tabel 5, semua skor penilaian dalam indikator-indikator
tersebut digabungkan, untuk dihubungkan dengan variabel Y yaitu perilaku
wirausaha.Untuk mengukur relevansi
antara konsep etika bisnis Islam dengan
perilaku maka dianalisis lebih dahulu tingkat pengetahuan dan tingkat
kepercayaan responden terhadap etika bisnis Islam, yang kemudian hasilnya
dihubungakan dengan perilaku wirausaha .Dengan demikian ada 3 tahap pengukuran
dalam variabel etika bisnis Islam yaitu
tingkat pengetahuan etika bisnis Islam,
tingkat kepercayaan kepada etika bisnis Islam yang diketahui tersebut, dan
relevansi antara perilaku wirausaha muslim dengan konsep-konsep etika bisnis Islam yang
dipercayai.
Tabel 5 di bawah ini merupakan pengukuran
antara variabel Etika Bisnis Islam dan variabel Perilaku Wirausaha Muslim.
Penghitungan ini diperoleah dari beberapa daftar pertanyaan yang diambil dari
beberapa indikator (akidah dalam bisnis Islam, Kemanusiaan dalam bisnis Islam,
Keseimbangan dalam bisnis Islam, Keadilan dalam bisnis Islam)
Tabel 5
Relevansi
Antara Etika Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha Muslim
Relevansi
Antara Etika Bisnis Islam Dengan Perilaku Wirausaha
|
n
|
%
|
||
Pengetahuan
|
Kepercayaan
|
Perilaku
|
||
Baik
Baik
Baik
Baik
|
Baik
Baik
Cukup
Cukup
|
Cukup
Kurang
Cukup
Kurang
|
9
3
20
18
|
18
6
40
36
|
Jumlah
|
50
|
100
|
Hasil Penelitian Agustus 2013
Apabila
seseorang mendapatkan masukan atau informasi tentang konsep ideal sebuah acuan
perilaku, hal itu tidak sertamerta dapat menngubah orang tersebut untuk segera
menyesuaikan perilakunya dengan konsep tersebut. Namun harus diakui bahwa
rangsang kognitif adalah salah satu syarat yang penting dalam hal perubahan
perilaku. Namun seperangkat informasi yang diketahui ini harus terlebih dahulu
melalui proses mempercayai. Tidak semua informasi tentang konsep-konsep ideal
acuan perilaku langsung terimplementasi dalam perilaku nyata, tetapi harus
terlebih dahulu melalui proses mempercayai. Yang dimaksud proses mempercayai
disini adalah meyakini bahwa acuan perilaku tersebut dapat memberi keuntungan
dan berpengaruh positif baik secara spiritual, material dan sosial. Selain
kepercayaan terhadap satu konsep juga dipengaruhi oleh pengalaman tidak
lengsung seperti cerita-cerita atau berita-berita.
Prosentase terbesar dalam relevansi antara
etika bisnis dengan perilaku wirausaha muslim ada pada kriteria
Baik-Cukup-Cukup (20 orang atau 40%), artinya bahwa responden pada umumnya
mengetahui dengan baik tentang konsep etika bisnis Islam namun tingkat
kepercayaan pada konsep tersebut ada pada tingkat cukup. Pengetahuan ada pada
tingkat baik, tetapi kepercayaan ada pada tingkat cukup artinya terdapat
beberapa unsur dari etika bisnis Islam tersebut belum dipercayai sepenuhnya
sebagai acuan perilaku karena beberapa sebab yang mungkin bersifat internal
maupun eksternal. Namun dalam tataran perilaku dinilai relevan dengan
konsep-konsep yang dipercayainya. Prosentase terbesar kedua dengan jumlah
responden 18 orang (36%) adalah
responden dengan kriteria Baik-Cukup-Kurang. Responden dengan kriteria seperti
ini memiliki pengetahuan yang baik tentang etika bisnis Islam dengan tingkat
kepercayaan yang cukup namun perilaku dinilai kurang relevan dengan konsep yang
dipercayai. Responden dengan kriteria seperti ini mengalami degradasi
(penurunan mutu) dari pengetahuan kepada kepercayaan, dan dari kepercayaan
kepada perilaku nyata. Kelompok responden dengan kriteria Baik-Baik-Cukup
sebanyak 9 orang (18%). Kriteria Baik-Baik-Cukup dinilai sebagai kriteria yang
mendekati ideal, karena responden memiliki pengetahuan yang baik, tingkat
kepercayaan yang baik dan relevansi perilaku yang dinilai cukup. Degradasi dari
kepercayaan dengan tingkatan baik kepada perilaku dengan tingkatan cukup pada
umumnya merupakan sebuah fakta yang wajar. Prosentase terkecil adalah responden
dengan kriteria Baik-Baik-Kurang yaitu berjumlah 3 orang (6%). Responden dengan
kritieria seperti ini memiliki degradasi yang cukup berarti dimana kepercayaan
terhadap etika bisnis Islam dinilai baik, sedangkan perilaku nya sebagai
wirausaha dinilai kurang mencerminkan nilai-nilai yang diyakininya.
III.
KESIMPULAN
Dengan
penjelasan rinci di atas maka kesimpulan umum yang dapat menjawab perumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1. Pengetahuan
pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam ada pada
tingkat Baik
2. Keyakinan
pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang tentang etika bisnis Islam ada pada
tingkat cukup
3. Relevansi
antara perilaku pedagang muslim di Pasar Lama Kota Serang dengan etika bisnis
Islam yang diyakininya, ada pada tingkat cukup
4. Faktor-faktor
yang mendukung relevansi antara etika bisnis Islam dengan perilaku wirausaha
muslim ada pada kayakinan pedagang muslim terhadap konsep akidah, kemanusiaan
dan keseimbangan dalam bisnis Islam. Sedangkan faktor yang tidak mendukung relevansi
antara perilaku dengan etika bisnis Islam ada pada keyakinannya tentang konsep
keadilan. Faktor internal yang mempengaruhi inkonsistensi ini adalah
kekhawatiran akan menderita kerugian, sedangkan faktor eksternal berupa
kebiasaan negatif seperti pengurangan timbangan yang dilakukan oleh pihak
distributor atau agen, berimbas pada pedagang eceran.
Hotel & Casino at Charles Town Races - Mapyro
ReplyDeleteThe cheapest way to get from the Charles Town Races 보령 출장샵 to 바카라 the Charles 전라북도 출장마사지 Town 화성 출장샵 Races costs only $4, and the quickest way takes just 상주 출장샵 20 mins.